top of page
coachyusman

8 FONDASI SUKSES PERUSAHAAN KELUARGA (PART 2)



(PART 2) : Bagaimana cara terbaik memecat anggota keluarga di perusahaan?

Sebelum masuk ke topik tersebut yang sekaligus melanjutkan artikel dari 8 fondasi sukses perusahaan keluarga, sudahkah anda membaca artikel yang berjudul 8 Fondasi Sukses Perusahaan Keluarga Part 1 ? Jika belum, maka ada baiknya jika anda membacanya terlebih dahulu, agar pengetahuan anda tentang 8 fondasi sukses perusahaan keluarga, bisa anda pahami dengan lebih lengkap dan jelas. Silahkan baca artikelnya disini.

Menyambung beberapa fondasi keluarga yang sudah dibahas pada part 1, artikel ini akan membahas fondasi – fondasi lain yang dapat membuat perusahaan keluarga anda semakin berkembang.


4. Career Planning (Rencana Karir)

Career Planning adalah pencanaan karir bagi anggota keluarga yang terlibat. Karena anggota keluarga yang masuk ke dalam perusahaan tidak serta merta ingin menjadi bos besar CEO, maka anda selaku owner, perlu mengetahui dan memahami apa pemikiran mereka. Karena ada yang sudah merasa cukup bertanggung jawab di jabatan tertentu. Oleh karena itu,

ada 3 poin penting dalam career planning.


a) Apa rencana anda sebagai owner dan rencana anggota keluarga yang bekerja di perusahaan untuk ke depannya.

Dalam waktu 1-10 tahun ke depan, apa rencana mereka agar naik jabatan. karena seperti yang kita tahu bahwa anggota keluarga yang masuk dalam perusahaan keluarga, tidak akan langsung menjadi presiden direktur. Mereka pasti akan memulai dari jabatan tertentu. Mungkin dari keuangan, sales, operasional, mengurus pabrik.

Ketika mereka mulai masuk ke perusahaan, sejak tahun pertama, bulan pertama, anda sebagai owner sudah harus membuat career planning untuknya. Meskipun mereka nantinya belum tentu mampu naik ke jabatan yang anda rencanakan. Tetapi paling tidak anda sudah membahas hal tersebut dengan orang yang bersangkutan.

Semua harus jelas sejak awal. Apa goals-nya yang ingin dituju, apa target yang ingin dicapai, apa ekspektasi anda sehingga mereka bisa naik pangkat. Bila membicarakan career plan, itu berarti dalam 1-10 tahun mereka bisa naik pangkat hingga lebih dari 3 kali. Tergantung besarnya perusahaan.

Sering sekali, owner tidak memberikan kejelasan tentang apa yang harus di capai oleh suatu jabatan, karena generasi pertama/ senior hanya berprinsip pada “Yang penting bagus. Yang penting hadir.” Padahal, akan lebih baik lagi apabila ada target yang jelas sehingga orang tersebut tahu apa yang harus diupayakan.

Menentukan target dalam penjualan mungkin bisa dilihat dari berapa besar penjualan dalam satu tahun. Berapa milyar atau berapa ratus juta target yang diharapkan. Namun bagaimana dengan bagian produksi? Purchasing? Gudang? Semua bagian tersebut tentunya juga bisa dibuatkan target. Namun, hal itu tidak akan dibahas disini karena itu bukanlah topik kali ini.

Bagaimana mengatur standar, apa yang harus dikerjakan sehingga ketika anggota keluarga tersebut bekerja, mereka mengetahui goals apa yang harus dicapai sehingga bisa naik jabatan, mereka bisa merencanakan karir mereka dan kapan mereka bisa naik ke jabatan yang selanjutnya berdasarkan performa.

Jangan karena keluarga, lalu dengan mudahnya ia diiming-imingi atau dijanjikan jabatan tinggi dalam waktu yang singkat. NO! itu nepotisme. Padahal performa mereka belum tentu bagus. Jadi, anda harus hati – hati. Harus diatur dengan jelas apa yang anda harapkan dari mereka dalam setiap jabatan yang dipegang.


b) Training VS Trainee

Apa anda tahu perbedaan training dan trainee? Trainee merupakan orang yang memiliki pengalaman selama ia bekerja dan di mentori oleh anda selaku owner atau karyawan senior lainnya. Sementara training, bisa jadi karena mereka pergi belajar ke sekolah, ikut seminar atau belajar kepada seorang bisnis coach yang memang qualified dan sudah terbukti, sehingga mereka lebih cepat menguasai bidang pekerjaannya. Nah, mana yang anda gunakan di perusahaan anda?

Nyatanya, kedua hal tersebut memang dibutuhkan. Mereka perlu edukasi yang tepat untuk manajemen atau mengatur logistik, purchasing, sales, strategi marketing, atau keuangan dan HR. tapi mereka juga perlu mentorship atau pengalaman kerja dan dimentori oleh senior – seniornya sehingga mereka cepat belajar. Mereka harus di planning agar anda tahu bagaimana akan menaikkan mereka nantinya.

Jangan hanya menceburkan mereka supaya mereka bisa belajar dari pengalaman dan naik dengan sendirinya. Cara seperti itu memang bisa, tapi akan butuh waktu lama. Oleh karena itu, cara supaya mereka cepat meningkatkan kemampuan diri adalah belajar dari pengalaman orang lain.


c) Ambisi anda VS Ambisi mereka

Ada sebuah cerita menarik yang pernah dialami langsung oleh Coach Yusman. Dimana ada seorang klien dari bisnis keluarga yang datang kepadanya dan mengatakan bahwa ia ingin adik/kakaknya, bisa sesuai dengan apa yang ia harapkan. Kebetulan perusahaan keluarga ini bukan dibangun oleh orang tuanya, melainkan dijalankan oleh kakak beradik ini.

Saat mereka memulai bisnis, merekalah yang menjabat sebagai General Manajer atau direkturnya. Jadi mereka punya harapan dan ambisi. Sementara sebagai pengusaha, tentu mereka ingin agar bisnisnya maju, keuangan bagus dan pastinya menginginkan saudaranya tersebutlah yang kelak akan menjadi pemimpinnya. Akan tetapi saat Coach Yusman bertanya, pernahkah klien tersebut bertanya pada saudaranya perihal ambisinya sendiri, apakah sama atau tidak dengan keinginan sang klien? ternyata jawabannya adalah tidak.

Ketika klien tersebut menanyakan langsung kepada saudaranya, barulah diketahui bahwa adik/kakak klien tersebut tidak memiliki ambisi untuk menjadi GM (General Manajer). Baginya, sudah bekerja di level tertentu saja sudah cukup. Menjadi manajer misalnya.

Mereka tidak berambisi 5 tahun kedepan akan menjadi direktur atau diberi kepercayaan menangani sebuah perusahaan untuk dijalankan sendiri. Mereka sudah merasa cukup dengan apa yang didapatnya saat ini. Hal itu tentu berbeda dengan ambisi founder perusahaan.

Nah, inilah yang perlu diperhatikan dengan hati – hati. Hal seperti ini perlu dibicarakan, paling tidak setiap satu dua tahun sekali, agar owner/founder mengetahui kedepannya mau kemana? Sehingga komunikasinya lancar, tidak hanya berasumsi. banyak pengusaha dari perusahaan keluarga berasumsi anaknya selalu mau naik, padahal tidak selalu begitu.


5. Spouse Involvment (Keterlibatan menantu)

Bagi anda yang anak – anaknya sudah cukup dewasa dan sudah menikah, sering sekali menantu terlibat dalam perusahaan yang anda bangun. Lalu bagaimana keterlibatan mereka? sebenarnya bolehkah menantu terlibat di dalam perusahaan keluarga?

Ada salah satu keluarga pengusaha yang pernah ditemui oleh Coach Yusman, ayahnya membuat aturan bahwa menantu tidak boleh terlibat, karena mereka punya alasan tersendiri. Tapi disisi lain, ada juga perusahaan yang sudah bagus dan besar sekali, tapi mereka tidak keberatan jika menantu ikut terlibat. Jadi, sebenarnya boleh atau tidak? jawabannya tergantung pada beberapa hal.


1. Manajemen

Apabila manajemen anda cenderung masih tradisional dan konvensional, memasukkan menantu justru bisa menjadi sebuah masalah. Bukan tidak boleh. Tapi karena cara manajemen bisnis anda masih tradisional. Semenatara menantu anda dimasukkan karena faktor kepercayaan. based on trust.

Padahal, seharusnya memasukkan menantu dalam perusahaan bukan karena kepercayaan saja atau karena dia menantu. Tetapi karena nilai yang dimilikinya. Apa yang menantu ini bisa bawa ke dalam perusahaan? Apa kehebatan si menantu yang bisa dia bawa ke dalam perusahaan? Karena kita harus treatment dia seperti seorang profesional, walaupun dia adalah menantu.

Lalu nilai yang seperti apa yang dimaksud? Mungkin menantu tersebut pernah bekerja di perusahaan besar serta memiliki kemampuan manajemen yang bagus, sehingga dengan masuknya menantu tersebut ke perusahaan keluarga, ia bisa memberikan saran dan bisa melakukan perubahan yang baik untuk perusahaan.

Disisi lain, mungkin menantu ini memiliki koneksi yang bagus di bagian customer/ pelanggan atau juga di suplier yang bisa membantu perusahaan menjadi lebih baik lagi. Selain itu, mungkin juga si menantu ini mengerti tentang managing keuangan yang bagus, prosedur keuangan yang baik atau mengerti bagaimana mengatur pengiriman barang atau logistik pengiriman barang yang bagus, bahkan mungkin juga mengerti tentang teknis production, QC atau R&D.

Itulah yang dinamakan nilai atau value, bukan trust (kepercayaan). Menantu ini harus memiliki kemampuan yang dibawa masuk, sehingga bisa memberikan kontribusi yang baik untuk perusahaan. Bukan hanya karena dia hubungan keluarga.

Tapi bolehkah kita memasukkan menantu yang memang tidak memiliki skill atau kurang skillnya? boleh, selama anda sudah buat aturan yang jelas. Namun, aturan apa?

Aturan dimana nantinya si menantu akan diperlakukan sama seperti seperti karyawan profesional lainnya. Ada jam kerja yang benar, ada gaji yang tepat, bonus insentif yang jelas seperti karyawan profesional. Paling tidak ditambahkan sedikit gajinya, tidak seperti karyawan lain. Sehingga ketika dia masuk memegang jabatan apapun, semua sudah jelas. Target dan kemampuannya apa. Bukan hanya karena keluarga, maka ia hanya diberi tanggung jawab semampu yang bisa ia kerjakan.


Beberapa perusahaan konglomerasi di indonesia yang menganut manajemen profesional, memperbolehkan menantunya ikut terlibat dalam perusahaan keluarga. Tapi yang terpenting adalah dia bisa membawa kemampuan yang dapat mengembangkan bisnis konglomerasinya agar lebih besar lagi. Jadi ada dua hal yang dapat dipetik dari sini.

  1. Menantu boleh saja dilibatkan, Tapi sebagai generasi senior, anda harus memberikan kejelasan. Dia masuk sebagai apa, gajinnya berapa dan apa yang boleh serta tidak boleh dilakukan.

  2. Kompensasi harusnya dibicarakan dengan sangat jelas. Jangan sampai anda menggampangkannya, karena bukan tidak mungkin apa yang anda tawarkan tidak sesuai dengan ekspektasinya.

Disamping itu penting juga membicarakan hal ini sejak awal supaya tidak menimbulkan kecemburuan antara menantu yang lain. Apalagi untuk anda yang memiliki banyak anak dan nanti akan memiliki banyak menantu. Jangan sampai ada satu menantu yang dispesialkan dan membuat yang lainnya cemburu. Ini bisa menimbulkan kecemburuan dan perpecahan keluarga. Tentunya, itulah yang ingin kita hindari.


Lantas bolehkah owner memberikan bonus kepada menantu?

Tentu saja boleh. selama sudah ditentukan dengan jelas.


Apakah menantu boleh dapat dividen?

Selalu ingat bahwa dividen hanya didapatkan jika anggota keluarga tersebut memang memiliki saham atau memang sudah diberikan saham perusahaan. Dividen tidak diberikan kepada anggota keluarga yang tidak memiliki saham.

Contoh, anda punya paman yang bekerja dengan anda, dia tidak memiliki saham jadi dia tidak bisa mendapat dividen, tapi dia boleh mendapat bonus apabila kinerjanya baik. Jadi, boleh tidaknya menantu masuk dalam perusahaan keluarga, itu terserah keputusan anda. Ada orang yang setuju, ada yang tidak. Tapi poinnya adalah

  1. Ketika menantu masuk dalam perusahaan, ada kejelasan mengenai apa yang dikerjakan, apa targetnya, gajinya jelas, bonusnya jelas.

  2. menantu yang dimasukkan, lebih baik menantu yang membawa nilai atau kemampuan. Bukan sekedar menantu yang masuk karena dia menantu.

6. Regenerasi CEO

Point pentingnya adalah siapa yang akan menjadi CEO selanjutnya. Karena semua founder, semua owner perusahaan yang sekarang menjabat sebagai CEO, presiden direktur, direktur utama, suatu saat pasti harus ada penggantinya. Tidak mungkin mereka akan terus – menerus memimpin perusahaan. Terlebih, jika sudah berumur. Namun pertanyaannya, siapa yang paling cocok menjadi CEO perusahaan jika waktunya tiba? Yang mana dari pilihan di bawah ini yang menurut anda paling tepat untuk dipilih menjadi CEO?

  • Anak sendiri (Apakah anak sendiri adalah pilihan yang selalu terbaik untuk menggantikan posisi anda kelak?)

  • Anggota keluarga lain seperti keponakan, sepupu, paman atau siapapun (selain anak sendiri).

  • Profesional (orang yang tidak memiliki hubungan keluarga).

Jawabannya tergantung.


Ada satu cerita dari klien Coach Yusman, dimana ia memiliki sebuah perusahaan dengan karyawan lebih dari 400-500 orang dan omset milyaran. Uniknya, CEO yang sudah dipersiapkan oleh owner-nya ini untuk menggantikan dirinya justru bukan anak kandungnya sendiri. Bukan juga profesional. Akan tetapi keponakannya. Kenapa? karena owner ini paham, bahwa poin regenerasi yang menjadi CEO tidak selalu harus anak sendiri.Tapi berdasarkan performance. Kemampuan siapa yang mampu memimpin.

Apabila anda memaksa harus anak sendiri, tapi anak kandung tidak mampu, maka perusahaan bisa hilang. Mungkin anda pernah mendengar istilah, generasi pertama membangun kekayaan, generasi kedua menyambung kekayaan dan generasi ketiga menghancurkan/ menghabiskan kekayaan.

Nyatanya ungkapan tersebut tak hanya berlaku di indonesia, melainkan di seluruh dunia pun memiliki pola yang sama, dimana generasi 2 atau 3 selalu tidak bisa me-maintain atau menjaga. Karena sering sekali owner terpaku pada anak sendiri. Padahal belum tentu anak sendiri memiliki ambisi kesana.


Lalu, apa yang harus dilakukan agar perusahaan terus berjalan?


a. Mensetting Performance Standart.

Menentukan dan memberitahukan kepada anggota keluarga yang memang memiliki ambisi untuk menjadi CEO, mengenai standar, goal atau target pekerjaan yang diharapkan bisa dicapai dalam kurun waktu tertentu, serta kriteria yang diinginkan agar dapat menggantikan dirinya sebagai CEO.


b. Menyediakan Lingkungan Untuk Calon CEO Bertumbuh

Sering sekali owner menempatkan anggota keluarga di sebuah divisi, bisnis unit, sebuah projek yang memiliki rutinitas dan tidak banyak perkembangan. Sehingga mereka tidak bisa belajar hal - hal lain.

Misalnya, anak yang hebat dalam keuangan tidak mengerti bagian operational atau production atau sales, maka mereka akan sulit menjadi CEO. Sementara seorang anak yang hanya mengerti tentang menjual dan marketing tapi tidak mengerti tentang production atau logistik atau HR, mereka juga akan kesulitan menjadi CEO.

Karena seorang CEO harus multiguna. Mengerti tentang sales, marketing, HR, operational, keuangan. Bukan mengerti secara teknis. Tapi mengerti sedikit – sedikit disemua bidang. Sehingga mereka dapat melihat secara keseluruhan bisnis tersebut dan memajukannya. Bukan hanya satu sisi.

Orang yang hanya hebat dalam sales, cenderung tidak mampu melihat keuangan. Maka apabila ia menjadi CEO, omsetnya mungkin bagus, akan tetapi piutang dan cashflownya bisa hancur karena tidak mengerti soal keuangan.

c. Mengatur Target Waktu

Buatlah target waktu atau deadline. Duduk dengan mereka dan utarakan keinginan anda ingin pensiun di umur berapa, performance seperti apa yang anda harapkan, sehingga mereka tahu sampai kapan dan apa saja yang harus dilakukan. hal ini harus dibicarakan, karena tidak ada yang tahu sampai kapan umur seseorang.


d. Ekspektasi Yang Jelas

Generasi senior atau founder harus memiliki ekspektasi yang jelas. Terkadang founder sudah memiliki pilihannya sendiri mengenai siapa yang cocok menggantikan dirinya sebagai CEO. Misalnya saja founder tersebut telah menetapkan anak laki – laki tertuanya. Namun jika memang begitu, bicaralah kepada anggota keluarga yang lain agar mereka bisa membuat rencana lainnya.

Karena mungkin saja, si adik memiliki rencana untuk keluar dan membangun perusahaan bersama teman–temannya, apabila memang benar kakaknyalah yang akan terpilih menjadi CEO kelak. Ia mungkin mau bekerja di perusahaan lain? Tidak apa – apa, karena mereka tidak harus kerja diperusahaan anda, bukan? itulah kenapa pentingnya membicarakan hal ini kepada anggota keluarga.

Lalu, apakah anda sudah melakukannya? Sudah mengkomunikasikannya? Apakah anda sudah membicarakan tentang siapa yang akan menjadi CEO selanjutnya? Dan apa rencana anda untuk mencari orang yang akan menggantikan anda sebagai CEO?


7.Firing Family Member (Memecat Anggota Keluarga)

Banyak yang bertanya pada Coach Yusman, apakah boleh memecat anggota keluarga? Atau bagaimana cara terbaik memecat anggota keluarga?

Memecat anggota keluarga mungkin akan menjadi perasaan yang paling tidak mengenakkan, tapi itu bisa menjadi keputusan terbaik di dalam perusahaan keluarga anda. Sering sekali kita tidak berani memecat anak, mantu, keponakan, sepupu, paman, bibi, termasuk teman baik sendiri, karena merasa tidak enak kepada mereka maupun keluarga besar.

Ada sebuah cerita dari klien coach yusman. Sebuah perusahaan keluarga yang dibangun oleh anak nomer 2 dimana perusahaan ini menjadi perusahaan besar dengan omset penjualan hingga 1 milyar setahun, serta karyawan yang mencapai 100 orang. Owner perusahaan tersebut memiliki adik serta kakak perempuan yang bekerja dengannya. Namun, permasalahan terletak pada kakak perempuannya.

Ia diberi keleluasaan untuk datang ke kantor pukul 10 pagi, padahal jam masuk kantor adalah pukul 8 atau 8.30, sementara ia diperbolehkan pulang pukul 3 sore atau pulang lebih awal. Kakak perempuan ini memegang divisi pengiriman barang/logistik dan gudang. Sementara masalah dalam bisnis ini ada pada bagian pengiriman dan gudang. Lalu apa yang harus dilakukan oleh CEO?

Sebaiknya memang dipecat. Tapi, setidaknya sebelum di pecat, berikanlah info/ bicarakan terlebih dulu kepada orang tersebut, bahwa untuk bisa memegang jabatan dengan baik, ia tidak bisa masuk pukul 10 pulang pukul 3 sore. Kecuali ia sudah memiliki wakil sebagai penggantinya atau memang sudah sangat tersistem, sehingga semua bisa berjalan sendiri walau tanpa kehadirannya.

Tapi untuk sebuah perusahaan yang berkembang, tidak bisa seorang penanggung jawab melakukan hal seperti yang dilakukan kakak perempuan tersebut dengan datang pukul 10 dan pulang pukul 3 sore. Kecuali owner yang sudah punya General Manajer (GM) dan wakil GM.


Lalu bagaimana cara memecatnya?


Sebelum semua anggota keluarga bekerja dengan kita, harus diinformasikan bahwa tidak ada garansi ia tidak di pecat. Termasuk anak dan menantu. Jika tidak bisa, maka beritahukan sejak awal untuk jangan masuk. Kita harus memberi tahu apa target minimum yang harus dia capai serta aturan kerja minimum yang harus dipatuhi. Misalnya bila karyawan biasa masuk kantor pukul 8, sementara anggota keluarga diperbolehkan khusus datang pukul 9, pulang pukul 5 dan tidak boleh sering bolos.

Tapi ada aturan minimum terkait kehadiran atau aturan minimum pekerjaan yang harus mereka selesaikan. Anda harus menjelaskan, agar mereka mengerti bahwa apabila mereka tidak bisa mengikuti syarat minimum yang anda tetapkan, maka ia tidak bisa bekerja diperusahaan anda. Karena seharusnya anggota keluarga memang mengikuti atau memiliki aturan yang 99% sama layaknya para profesional yang bekerja di perusahaan tersebut.


Lalu, apakah mereka boleh diberikan treatment spesial?


Jawabannya adalah kadang–kadang. Jika anda meng-anak emaskan anggota keluarga sendiri, maka yang terjadi adalah budaya kerja di perusahaan anda bisa cenderung hancur.

lalu bagaimana cara terbaik memecat anggota keluarga?


1. Setting Standar Minimum Kerja Yang Jelas

Jika mereka tidak bisa mencapai target, maka konsekuensinya bisa dipecat, turun pangkat atau mutasi. Jadi, tidak selalu harus berujung pada pemecatan, tapi bisa dibicarakan terlebih dulu.


2. No Surprise

Dalam memecat siapapun di perusahaan, termasuk yang bukan perusahaan keluarga adalah tidak boleh mengagetkan. Sering sekali orang yang menerima kabar itu kaget karena tiba-tiba dipecat atau turun pangkat. kenapa? karena biasanya, owner atau mereka yang bertanggung jawab atas hal itu, tidak memberi tahu mereka jika mereka tidak perfrom. Sehingga mereka kaget ketika mendengar berita tersebut. lalu bagaimana seharusnya?

Jangan sampai karyawan kaget. Artinya apa? ketika mereka tidak mencapai target atau hasil kerja mereka tidak bagus, anda harus secara resmi duduk bersama untuk berbicara langsung dengan orang tersebut.

Duduk secara resmi, berbeda dengan marah–marah. Karena marah–marah bukan feedback. Sementara feedback adalah duduk bersama secara resmi dan profesional, beritahukan apa kesalahannya, beri waktu untuk memperbaiki dan beri mereka perhatian, bantu mereka mencapai target sesuai kapasitas anda sebagai atasan.

Sehingga ketika mereka tidak mencapai target lagi, anda duduk bersama lagi, bicarakan lagi, mereka sudah tahu bahwa memang mereka memang tidak mampu memenuhi target yang anda harapkan, meski telah diberikan waktu dan kesempatan. Duduk dengan tenang dan bicarakan. Jadi ketika dia dipecat, dia bisa menerima, dia tahu bahwa dia memang tidak bisa. Bukan dengan marah–marah.

Sementara di sisi lain masih banyak terjadi, bos yang tiba-tiba memecat karyawan atau angggota keluarga, sehingga membuatnya sakit hati. Terlebih jika itu adalah anggota keluarga. bila sudah sakit hati, biasanya saat kumpul dengan keluarga besar, hal tersebut pasti akan menjadi bahan omongan. Bukan tidak mungkin anda akan dicibir di acara kumpul keluarga seperti itu. Kenapa? Karena ada surprise saat pemecatan.


Jadi, bicarakan dengan baik – baik, beri tahukan, beri waktu dan juga kesempatan.


8. Manajemen Style

Bagaimana dengan cara anda memimpin? Apakah anda termasuk pemimpin yang autokratik atau demokratik? Autokratik artinya anda tipe yang, “semua ikut apa kata saya, yang lain tidak boleh berpendapat, saya yang paling benar” ataukah anda adalah tipe pemimpin yang demokratik? Pemimpin yang mau mendengarkan pendapat orang lain, melakukan voting, baru membuat keputusan.

Sementara positioning style mengacu pada tipe seperti apakah anda ketika memasukkan anggota keluarga? Apakah learn from below, dimana orang itu harus mengikuti dari bawah? (misalnya, mulai jadi supir dengan mengantar barang, packing barang atau menjadi sales) atau anda tipe yang tidak perlu menghabiskan waktu untuk itu semua? Belajar satu tahun langsung belajar dari atas, yakni belajar cara managing orang–orang pintarnya saja. Oleh karena itu, tipe yang manakah anda?

Apakah manajemen bisnis anda masih tradisional atau profesional? Apakah sistem anda masih konvensional atau sudah profesional? Manajemen konvensional mengarah pada tidak adanya sistem dan prosedur yang jelas, tidak ada goals, jobdesk tidak jelas, semua campur aduk. Sementara manajemen yang profesional adalah kebalikannya, dimana semua sistem, prosedur goals dan jobdesk sudah jelas tersusun. dimana posisi anda saat ini? Atau mungkin anda berada diantaranya? Artinya sudah lumayan profesional?

Ada sebuah cerita dari seorang pengusaha yang cukup besar di daerah Jakarta Barat dan Jakarta Pusat. Pengusaha ini mengeluhkan tentang anak–anaknya yang pulang dari luar negeri dan mengatakan bahwa mereka tidak tertarik dengan bisnisnya, meskipun bisnisnya tersebut memiliki aset yang banyak hingga mampu menyekolahkan anak–anaknya ke luar negeri.

Namun hal itu nyatanya tidak cukup membuat kedua anak ini tertarik dengan bisnis ayahnya karena sistem kerjanya yang masih tradisional. Sementara kedua anaknya yang kuliah di luar negeri terbiasa dengan sistem kerja yang profesional. Sehingga mereka tidak berminat untuk bekerja di perusahaan ayahnya. Hal itupun membuat founder atau sang ayah ini kecewa.

Lalu founder itu pun bertanya pada Coach Yusman perihal solusi agar anak–anaknya tersebut mau bekerja di perusahaannnya. Lantas jawaban Coach Yusman adalah “mari buat menjadi profesional”. Bukan berarti apa yang dilakukan owner tersebut selama ini adalah salah. Hanya saja, Coach Yusman membantu owner menyesuaikan style manajemen bisnis tersebut agar sesuai dengan zamannya, sehingga anak-anak itu tertarik.

Setelah dirubah dari minggu ke minggu dan mulai menjadi profesional, benar saja kedua anaknya pun tertarik. Lalu mereka mengikuti coaching bersama Coach Yusman dan mereka setuju bahwa ayahnya adalah orang yang bisa terbuka dan mau profesional. Hingga saat ini anak tersebut bahkan mau menjalani perusahaannya dengan senang hati dan si ayah bisa pensiun dengan tenang.

Jadi, disini peran Coach Yusman adalah mempertemukan kedua belah pihak untuk mengobrol dan mencari titik tengah. Di satu sisi ia membantu founder atau sang ayah yang masih tradisional, pelan–pelan merubah manajemen stylenya menjadi profesional seperti yang diinginkan oleh anak–anaknya, disisi lain anak–anak yang terbiasa dengan style profesional namun masih kurang pengalaman ini, juga di arahkan agar mengerti bagaimana cara pikir ayahnya yang masih tradisional.

Selain itu Coach Yusman juga memberikan masukan kepada founder tersebut tentang bagaimana cara ia memimpin baik secara autokratik ataupun demokratik, apa yang harus dilakukan, bagaimana mengajari anak sesuai ekspektasi supaya bisa lebih baik lagi. Dan itu penting sekali. Seringnya, beberapa orang tua tidak bisa melihat apa yang kurang. Bagaimana cara orang tua mengajarkan anak, juga tak kalah penting.

Ada orang tua yang lebih senang agar anaknya belajar dengan ayahnya dan tidak perlu dengan orang lain. Lalu apa itu salah? Tentu tidak. Di sisi lain ada juga yang memperbolehkan anaknya untuk belajar dengan orang lain. Dengan GM-nya atau dengan Coach. Sehingga apa yang kurang darinya, bisa diatasi dengan masukan dari Coach.

Lantas kenapa peran coach sangat penting dalam bisnis keluarga?


Biasanya, generasi senior (dalam hal ini orang tua) dengan generasi muda tidak memiliki kecocokan. Nah, disinilah peran Coach Yusman dibutuhkan! ia akan menjadi penengah supaya mereka bisa cocok. Kenapa? Karena sering sekali orang tua terlalu kolot atau terlalu jaman dulu, merasa anak masih belum berpengalaman, sehingga sulit diterima ide ataupun masukannya.

Supaya apa yang disarankan oleh orang tua bisa diterima oleh anaknya dan apa yang di sarankan anaknya bisa diterima baik oleh anaknya. Oleh karena itulah dibutuhkan penengah.

Dan ini banyak terjadi di perusahaan keluarga di dunia.

Selain itu, ada juga tipe Mistake Style dimana apabila belajar harus salah dulu. Sementara ada juga orang tua yang melarang anaknya melakukan kesalahan padahal ia msaih tahap pembelajaran. Lalu mana yang terbaik?

Semua anak perlu mengalami kesalahan di dalam bisnis. Memimpin, membuat keputusan (tetapi bukan kesalahan yang membuat bangkrut perusahaan) dan memberikan mereka cukup keleluasan. Sehingga mereka bisa belajar dari kesalahan.

Anak yang tidak pernah belajar dari kesalahan memimpin perusahaan, akan susah belajar. Karena biasanya, anak muda yang baru memimpin akan merasa dia sudah mengerti semuanya. Merasa tidak mungkin salah. Sampai akhirnya ia salah, baru ia akan merasa sedikit rendah diri dan sadar ia masih harus banyak belajar. Tapi tidak semua anak seperti itu.

Selain itu, ada juga tipe orang tua yang langsung action tanpa perlu memikirkan terlebih dulu. Tapi ada juga yang merencanakan dulu dengan baik, berpikir dulu baru action. Nah, anda style yang mana?

Dalam bisnis keluarga, anda perlu mengetahui ambisi anggota keluarga yang terlibat. Kenapa? Karena ambisi, goal, kelemahan dan kekuatan mereka, target anda kepada mereka, rencana bisnis yang cocok untuk mereka apa, perlu dikomunikasikan. Dan inilah yang jarang dilakukan oleh banyak founder atau generasi senior di perusahaan. Sering sekali para founder ini merasa bahwa anaknya tidak perlu tahu. Padahal ini penting sekali dilakukan.

Itulah hal-hal penting yang perlu diperhatikan untuk membuat perusahaan keluarga agar kokoh tetap kokoh dari generasi ke generasi.


Topik 8 fondasi sukses perusahaan keluarga ini dapat anda tonton video lengkapnya disini,




Bila anda tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai program private coaching bersama coach Yusman, silahkan hubungi nomer telepon yang tertera dan isi form yang telah kami sediakan untuk berkonsultasi langsung dengan Coach Yusman.

20 views0 comments

Comments


bottom of page